Resign

21 Maret 2013

Sudah hampir satu tahun ini, saya mengundurkan diri dari posisi saya sebagai seorang karyawan di salah satu perusahaan makanan cukup besar di kota ini. Alasannya cukup sederhana, saya ingin berada di samping anak-anak saya. Keinginan ini muncul saat saya mulai hamil anak kedua. Waktu itu, masih 40:60 lah untuk resign vs tetap bekerja. Namun semua berubah ketika saya mendengar tangis pertama anak kedua saya. Saya mantap 100% untuk mundur dari pekerjaan dan konsen pada anak2.  

Apakah yang akan saya lakukan di rumah? Apakah tidak bosan? Apakah saya bisa? Pertanyaan itu terus menghantui. Sudah hampir 6 tahun saya bekerja. Dengan aktivitas yang begitu padat dan bahkan hanya bertemu dengan putri saya di malam hari. Lalu jika tidak bekerja, bagaimana hidup saya nanti? 

Ternyata, ketakutan saya tidak sepenuhnya terjadi. Mengurus dua anak bagi saya bukanlah hal yang mudah. Keduanya sama2 membutuhkan input yang baik, baik dari sisi gizi, pendidikan moral, formal dan agama, yang tak lain tak bukan supaya outputnya juga baik. Dan akan membutuhkan waktu tidak bisa dinominalkan. Bukan dari pukul 8 sampe 17, tapi sepanjang waktu yang ada, seumur hidup saya.. Ah, jadi kangen mama, kan.. She’s great! 

Jadi, bangun subuh pun kadang merasa kurang pagi karena begitu banyak hal yang harus saya lakukan. Mulai dari memasak untuk kakak, lalu masak untuk adik, lalu memasak untuk saya sendiri. Dilanjut menyiapkan air panas untuk mandi keduanya. Kemudian membersihkan lantai supaya anak2 nyaman dan bersih bermain di bawah. Lalu memandikan keduanya, menyuapi keduanya, dan minum susu + vitamin. Pada kegiatan mandi dan makan pagi, saya selalu dibantu oleh suami.. Setelah bapaknya anak2 berangkat, dimulai lah jadwal acara yang sangat padat bersama my kids. Mulai dari bermain, makan, ngemil, belajar, bersosialisi, tidur siang.. Untuk bagian tidur siang, jangan dibayangkan saya juga enak tidur siang bersama mereka ya. Anak2 punya jadwal tidur sendiri2. Jadi saat si kakak tidur, adik pas melek,dan sebaliknya. Otomatis saya harus standby menjaga keduanya. Atau saya membereskan pekerjaan rumah yang belum tersentuh..

Dulu ketika menjadi karyawan, KPI (key performance indicator) saya dilihat dan dikaitkan dengan visi misi organisasi lalu dipertanggungjawabkan kepada atasan. Sekarang, target saya berubah drastis menjadi : menyuapi anak sampe habis maemnya, mengajari anak tentang sesuatu, menjaga agar tidurnya cukup.. KPI saya  adalah berat badan anak meningkat atau minimal stabil, lalu anak bisa mengerti apa yg saya ajarkan, lalu anak2 sehat jasmani rohaninya.. Dan yang pasti, semua itu pertanggungjawabannya bukan hanya kepada suami, tetapi juga kepada Tuhan, Allah SWT.

Bagi saya “me time” itu tidak ada. Yang ada adalah “family time”. Semua waktu adalah anak2 saya. Kadang bangun sebelum subuh dan tidur larut malam pun seolah masih kurang untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Namun semua terbayar dengan senyum anak2 dan keceriaan mereka.. Mungkin saya telah melewatkan banyak hal, namun saya tidak pernah ingin melewatkan hariku tanpamu, kids..

Oya, soal lewat melewatkan, saya ada satu cerita tentang kehilangan dua nomor HP sekaligus. Nanti deh ceritanya ya. Setelah ini.. 

Ops, wait a minute.. Ini kok jadi panjang urusannya sampe mana-mana ya? Tadi kan cuma cerita soal resign dan kesimpulannya tidak ada yang membosankan paska resign dari pekerjaan.. Hehe. Intinya, mantapkan jiwa untuk mengambil keputusan dan siapkan raga untuk menjalani keputusanmu apapun itu. Dengan sabar dan keiklasan, Insya Allah tidak akan ada yang sia2.. CHEERS!

2 komentar:

l a s t e ^^ mengatakan...

Jenk Fur,,
gak tau kenapa,, koq jadi tiba-tiba sedih baca postingan ini.
Berasa ada yang nampar.

Hmm,,,, kembali lagi, hidup adalah pilihan, so jalani lah pilihan mu dengan sebaik-baiknya.
Love you and miss you..

Lasty
-pengen hidup di luar Jakarta boooo...l

donijaua mengatakan...

amazing

Posting Komentar