Sudah hampir satu tahun
ini, saya mengundurkan diri dari posisi saya sebagai seorang karyawan di salah
satu perusahaan makanan cukup besar di kota ini. Alasannya cukup sederhana,
saya ingin berada di samping anak-anak saya. Keinginan ini muncul saat saya
mulai hamil anak kedua. Waktu itu, masih 40:60 lah untuk resign vs tetap
bekerja. Namun semua berubah ketika saya mendengar tangis pertama anak kedua
saya. Saya mantap 100% untuk mundur dari pekerjaan dan konsen pada anak2.
Apakah yang akan saya
lakukan di rumah? Apakah tidak bosan? Apakah saya bisa? Pertanyaan itu terus
menghantui. Sudah hampir 6 tahun saya bekerja. Dengan aktivitas yang begitu
padat dan bahkan hanya bertemu dengan putri saya di malam hari. Lalu jika tidak
bekerja, bagaimana hidup saya nanti?
Ternyata, ketakutan saya
tidak sepenuhnya terjadi. Mengurus dua anak bagi saya bukanlah hal yang mudah. Keduanya
sama2 membutuhkan input yang baik, baik dari sisi gizi, pendidikan moral, formal
dan agama, yang tak lain tak bukan supaya outputnya juga baik. Dan akan
membutuhkan waktu tidak bisa dinominalkan. Bukan dari pukul 8 sampe 17, tapi
sepanjang waktu yang ada, seumur hidup saya.. Ah, jadi kangen mama, kan.. She’s great!
Jadi, bangun subuh pun
kadang merasa kurang pagi karena begitu banyak hal yang harus saya lakukan.
Mulai dari memasak untuk kakak, lalu masak untuk adik, lalu memasak untuk saya
sendiri. Dilanjut menyiapkan air panas untuk mandi keduanya. Kemudian
membersihkan lantai supaya anak2 nyaman dan bersih bermain di bawah. Lalu
memandikan keduanya, menyuapi keduanya, dan minum susu + vitamin. Pada kegiatan
mandi dan makan pagi, saya selalu dibantu oleh suami.. Setelah bapaknya anak2 berangkat,
dimulai lah jadwal acara yang sangat padat bersama my kids. Mulai dari bermain, makan, ngemil, belajar, bersosialisi,
tidur siang.. Untuk bagian tidur siang, jangan dibayangkan saya juga enak tidur
siang bersama mereka ya. Anak2 punya jadwal tidur sendiri2. Jadi saat si kakak
tidur, adik pas melek,dan sebaliknya. Otomatis saya harus standby menjaga
keduanya. Atau saya membereskan pekerjaan rumah yang belum tersentuh..
Dulu ketika menjadi
karyawan, KPI (key performance indicator)
saya dilihat dan dikaitkan dengan visi misi organisasi lalu
dipertanggungjawabkan kepada atasan. Sekarang, target saya berubah drastis
menjadi : menyuapi anak sampe habis maemnya, mengajari anak tentang sesuatu,
menjaga agar tidurnya cukup.. KPI saya adalah berat badan anak meningkat atau minimal
stabil, lalu anak bisa mengerti apa yg saya ajarkan, lalu anak2 sehat jasmani
rohaninya.. Dan yang pasti, semua itu pertanggungjawabannya bukan hanya kepada
suami, tetapi juga kepada Tuhan, Allah SWT.
Bagi saya “me time” itu tidak ada. Yang ada adalah
“family time”. Semua waktu adalah
anak2 saya. Kadang bangun sebelum subuh dan tidur larut malam pun seolah masih
kurang untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Namun semua terbayar dengan senyum
anak2 dan keceriaan mereka.. Mungkin saya telah melewatkan banyak hal, namun
saya tidak pernah ingin melewatkan hariku tanpamu, kids..
Oya, soal lewat melewatkan,
saya ada satu cerita tentang kehilangan dua nomor HP sekaligus. Nanti deh
ceritanya ya. Setelah ini..
Ops,
wait a minute.. Ini kok jadi panjang urusannya sampe
mana-mana ya? Tadi kan cuma cerita soal resign
dan kesimpulannya tidak ada yang membosankan paska resign dari pekerjaan.. Hehe. Intinya, mantapkan jiwa untuk
mengambil keputusan dan siapkan raga untuk menjalani keputusanmu apapun itu.
Dengan sabar dan keiklasan, Insya Allah tidak akan ada yang sia2.. CHEERS!